Asuransi Syariah

MAKALAH 
Asuransi Syari’ah 
Disusun untuk tugas Lembaga Keuangan Syari’ah (LKS)
Dosen Pengampuh: Imamul Hakim, SE, M.Sh


 Oleh:
Tk. Umar Johan 
NIM: 201310510311020
 PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH
FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2015

KATA PENGANTAR

     Segala puji bagi Allah Swt. yang telah memberikan banyak kemudahan dalam penyusunan makalah ini. Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurahkan kepada baginda Rasulullah SAW, keluarga dan para sahabatnya.
     Makalah ini merupakan salah satu tugas yang diamanahkan oleh Dosen Lembaga Keuangan Syariah (LKS) Program Studi Ekonomi Syariah Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Malang, yaitu bapak Imamul Hakim, SE, M.Sh. Dengan segala keterbatasan, penyusun telah berusaha secara maksimal dalam mempersiapkan makalah ini sebaik mungkin.
     Di tengah-tengah penatnya punggung dan beratnya kelopak mata menahan kantuk, sungguh penyusun telah memperoleh banyak tambahan pengetahuan, terutama yang berkaitan dengan Asuransi Syari’ah.
     Akhirnya berkat rasa mobilitas dan kerja sama dengan teman-teman, makalah yang sederhana ini dapat terselesaikan. Sungguh sebuah tugas yang tidak ringan, namun sangat mengasyikkan. Penyusun sadar makalah ini belum sepenuhnya sempurna, maka dari itu penyusun meminta kritikan serta masukan yang membangun demi kesempurnaan yang akan datang.


                                                                                                    Malang, 12 Mare 2015

                                                                                                        Tk. Umar Johan
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
     Tidak bisa dimungkiri lagi, bahwa seorang hamba yang hidup di Dunia haruslah berhati-hati dalam menyikapi kesehariannya. Apapun yang telah kita lakukan saat sekarang,  imbasnya akan menentukan di kemudian hari kelak. Sebagaimana firman Allah Swt. dalam surat QS. al-Hasyr [59]: 18:
Artinya: “Hai orang yang beriman! Bertaqwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah dibuat untuk  hari  esok  (masa  depan).  Dan  bertaqwalah  kepada Allah.   Sesungguhnya  Allah  Maha  Mengetahui  apa  yang kamu kerjakan.”
Selaras dengan firman Allah Swt. tersebut mengingatkan kita dalam upaya bermuamalah, yakni dalam menyongsong masa depan dan upaya mengantisipasi kemungkinan terjadinya risiko dalam kehidupan ekonomi yang akan dihadapi, perlu dipersiapkan sejumlah dana tertentu sejak dini. Dengan hal demikian, perlu kiranya penyusun mengupas suatu pembahasan mengenai topik tersebut, yang mana nantinya dari pembahasan tersebut dapat memberikan suatu wawasan dan cakrawala yang luas bagi kita semua, khususnya mengenai Asuransi Syariah di Negara ini yang kian “menjamur”.

     Menurut data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), aset keuangan Asuransi Syariah di Indonesia pada tahun 2014 mengalami kenaikan yang signifikan.[1] Walaupun aset Asuransi Syariah belum sebanyak Asuransi Umum, namun Ketua Umum Asosiasi Asuransi Syariah Indonesia (AASI) – Adi Pramana merasa optimistis, bahwa tahun 2015 bisnis Asuransi Syariah akan tumbuh 30%. Hal ini dikarenakan adanya regulasi serta telah terbentuknya UU tentang Asuransi Syariah yang baru di gagas pemerintah tahun 2014 silam.
     Memang secara eksplisit dalam Al-qur’an belum ada dalil yang tegas mengenai Asuransi Syariah. Karena merupakan hal yang krusial, maka sudah menjadi tanggung jawab umat islam untuk menemukan dasar hukumnya, khususnya para ulama dan pakar ekonomi islam. Untuk lebih lanjutnya akan kita uraikan di pembahasan nanti.

1.2 Rumusan Masalah
     1. Apa itu Asuransi Syari’ah?
     2. Bagaimana Sejarah Asuransi?
     3.  Apa Landasan Hukum Asuransi Syari’ah?
     4.  Prinsip-Prinsip Apa Saja yang Terkandung dalam Asuransi Syari’ah?
     5.  Apa-apa Saja Jenis Asuransi?
     6.  Bagaimana Pandangan Ulama dan Pakar Ekonomi Islam Mengenai Asuransi Syariah?
     7.  Bagaimana Perbedaan Asuransi Syariah dengan Asuransi Konvensional?
     8.  Apa Peluang dan Tantangan Asuransi Syari’ah?

1.3 Tujuan
     Dari topik ini, diharapkan kita dapat memahami lebih mendetail mengenai Asuransi Syari’ah. Selanjutnya, kita diharapkan dapat memberikan suatu gagasan yang dapat memperkokoh tubuh Asuransi Syari’ah saat sekarang dan yang akan datang. Karena hal tersebut sudah menjadi tugas kita di tengah ketidakadilan sistem Ekonomi Negara ini.


 

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Asuransi Syari’ah
     Dalam konsep Asuransi Syari’ah , Asuransi disebut dengan takaful, ta’min, dan Islamic Insurance. Takaful mempunyai arti saling menanggung antar umat manusia sebagai makhluk sosial. Ta’min berasal dari kata “amanah” yang berarti memberikan perlindungan, ketenangan, rasa aman, serta bebas dari rasa takut. Adapun Islamic Insurance mengandung makna “Pertanggungan” atau “Saling Menanggung.”[2]
     Menurut Fatwa DSN MUI (2014: 500), Asuransi Syaria’h (Tami’n, takaful atau tadhamun) adalah usaha saling melindungi dan  tolong-menolong  di  antara  sejumlah  orang/pihak  melalui  investasi  dalam bentuk  aset  dan/atau  tabarru’ yang  memberikan  pola  pengembalian  untuk menghadapi  risiko  tertentu  melalui  akad  (perikatan) yang  sesuai  dengan Syari’ah.
     Sedangkan menurut UU Nomor 40 Tahun 2014 BAB 1 Pasal 1 Poin 2, Asuransi Syari’ah  adalah  kumpulan perjanjian,  yang  terdiri atas  perjanjian  antara  perusahaan  asuransi  Syari’ah  dan pemegang  polis  dan perjanjian  di antara para pemegang polis, dalam  rangka  pengelolaan  kontribusi  berdasarkan prinsip  Syari’ah  guna  saling menolong dan melindungi.

2.2 Sejarah Asuransi Syari’ah
     Secara historis, kajian tentang “pertanggungan” telah dikenal sejak zaman dahulu dan telah dipraktekkan di tengah-tengah masyarakat, walaupun dalam bentuk yang sangat sederhana.[3] Ini dikarenakan nilai dasar penopang dari konsep “Pertanggungan” yang terwujud dalam bentuk tolong menolong sudah ada bersama dengan adanya manusia.

     Konsep Asuransi sebenarnya sudah dikenal sejak zaman sebelum Masehi yang mana manusia pada saat itu telah menyelamatkan jiwanya dari berbagai ancaman, antara lain kekurangan bahan makanan. Salah satu mengenai kekurangan bahan makanan terjadi pada zaman Mesir Kuno semasa Raja Fir’aun berkuasa.[4] Sedangkan dalam literatur Islam dikenal konsep aqilah yang mana konsep tersebut diakui dalam literatur hukum islam. Jika salah satu anggota suku Arab pra-Islam melakukan pembunuhan, maka dia (si pembunuh) di kenakan diyat dalam bentuk blood money (uang darah) yang dapat ditanggung oleh anggota suku lain (Muhd. Ma’sum Billah dalam Hasan Ali, 2005: 67).

2.3 Landasan Hukum Asuransi Syariah
     2.3.1 Al-qur’an, Surat Al-Maidah [5]: 2
Artinya: “...Hai orang yang beriman! Bertaqwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah dibuat untuk  hari  esok  (masa  depan).  Dan  bertaqwalah  kepada Allah.   Sesungguhnya  Allah  Maha  Mengetahui  apa  yang kamu kerjakan.”
2.3.2 Hadis Rasulullah Saw
  Artinya: “Barang siapa melepaskan dari seorang muslim suatu kesulitan di  dunia,  Allah  akan  melepaskan  kesulitan  darinya  pada  hari kiamat;  dan  Allah senantiasa  menolong  hamba-Nya selama  ia (suka)  menolong  saudaranya”  (HR.  Muslim  dari  Abu Hurairah).
2.3.3 Undang-Undang  Republik  Indonesia Nomor  40  Tahun 2014 Tentang Perasuransian

            Akhir tahun 2014 lalu regulasi dari pemerintah menetapkan payung hukum terhadap Asuransi Umum maupun Asuransi Syariah secara eksplisit. Hal ini merupakan sebuah kabar gembira buat penggiat bisnis perasuransian, khususnya Asuransi Syariah.[5]
     2.3.4 Fatwa Dewan Syariah Nomor 21/DSN-MUI/X/2001 tentang Pedoman Umum Asuransi Syariah
            Bahwa  dalam  upaya  mengantisipasi kemungkinan  terjadinya  risiko  ekonomi yang akan dihadapi, perlu dipersiapkan sejumlah dana tertentu sejak dini.[6]
     2.3.5 Keputusan Menteri Keuangan RI Nomor 426/KMK.06/2003 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Perusahaan Asuransi dan Reasuransi
            Dalam peraturan ini disebutkan bahwa setiap pihak dapat melakukan usaha atau usaha reasuransi yang berdasarkan prinsip Syariah (lihat pasal 3 dan 4).
            Ketentuan yang berkaitan dengan Asuransi Syariah tercantum dalam pasal 15-18 mengenai kekayaan yang diperkenankan harus memiliki dan dikuasai oleh perusahaan dengan prinsip Syariah.
     2.3.6 Keputusan Direktur Jenderal Lembaga Keuangan Nomor Kep. 1499/LK/2000 tentang Jenis, Penilaian dan Pembatasan, Investasi, Perusahaan Asuransi dan Reasuransi dengan Sistem Syariah
            Berdasarkan peraturan ini, jenis investasi bagi perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi dengan prinsip Syariah terdiri hal-hal sebagai berikut; (1) Deposito dan sertifikat deposito Syari’ah, (2) Sertifikat Wadi’ah Bank Indonesia, (3) Saham Syariah yang tercatat di bursa efek, (4) Obligasi Syariah yang tercatat di bursa efek, (5) Surat Berharga Syariah yang diterbitkan atau dijamin oleh pemerintah. (6) Unit penyertaan Reksadana Syari’ah, (7) Penyertaan Langsung Syariah, (8) Bangunan atau tanah dengan bangunan untuk investasi, (9) Pembiayaan kepemilikan tanah dan/atau bangunan, Kendaraan bermotor, dan barang modal dengan skema murabahah (jual beli dengan pembayaran ditangguhkan), (10) Pembayaran modal kerja dengan skema Mudharabah (bagi hasil), (11) Pinjaman polis.
 
2.4 Prinsip-prinsip yang Terkandung dalam Asuransi Syariah
     Sebuah bangunan hukum akan tegak secara kokoh, jika dan hanya jika dibangun atas fondasi dan dasar yang kuat. Begitu juga dengan Asuransi Syari’ah, harus dibangun di atas fondasi dan prinsip dasar yang kuat serta kokoh. Prinsip dasar yang ada dalam Asuransi Syariah tidaklah jauh berbedah dengan prinsip dasar yang berlaku pada konsep ekonomis islami secara komprehensif dan bersifat Major.[7]Dalam hal ini, prinsip dasar Asuransi Syariah ada sepuluh macam, yaitu; Tauhid, Keadilan, Tolong-menolong, Kerja sama, amanah, kerelaan, kebenaran, larangan riba, larangan judi, dan larangan gharar (Hasan Ali, 2005: 1250).

2.5 Jenis-jenis Asuransi
     Perlu diketahui mekanisme perasuransian tiap-tiap negara, pola dan sistemnya bermacam-macam, hal ini terjadi karena bermacam-macam pula sesuatu yang diasuransikannya.[8] Untuk lebih jelasnya, Fachruddin dan Suhendi dalam Ismail Nawawi (2012: 302-3030) menyebutkan macam-macam jenis Asuransi Syariah berikut ini.
     2.5.1 Asuransi Timbal Balik
     Maksud dengan Asuransi timbal balik adalah beberapa orang memberikan iuran tertentu yang dikumpulkan dengan maksud meringankan atau melepaskan beban seseorang dari mereka saat mendapat kecelakaan.
2.5.2 Asuransi Dagang
     Asuransi dagang adalah beberapa manusia yang senasib bermufakat dalam mengadakan pertanggungjawaban bersama untuk memikul kerugian yang menimpa salah seorang anggota mereka.
2.5.3 Asuransi Pemerintah 
      Asuransi pemerintah adalah menjamin pembayaran harga kerugian kepada siapa saja yang menderita di waktu terjadinya suatu kejadian yang merugikan tanpa mempertimbangkan keuntungannya, bahkan pemerintah menanggung kekurangan yang ada karena uang yang dipungut sebagai iuran dan asuransi lebih kecil dari pada harga pembayaran kerugian yang harus diberikan kepada penderita  di waktu kerugian itu terjadi.
     2.5.4 Asuransi Jiwa
           Maksud asuransi jiwa adalah asuransi atas jiwa orang-orang yang menanggung atas jiwa orang lain, penanggung (asurador) berjanji akan membayar sejumlah uang kepada orang yang disebutkan namanya dalam polis apabila yang menanggung (yang ditanggung) meninggal dunia atau sesudah masa-masa tertentu.
     2.5.5 Asuransi atas Bahaya yang Menimpa Badan
            Asuransi atas bahaya yang menimpa badan adalah asuransi dengan keadaan-keadaan tertentu pada asuransi jiwa atas kerusakan diri seseorang, seperti asuransi mata, asuransi telinga, asuransi tangan, atau asuransi tertentu.
     2.5.6 Asuransi terhadap Bahaya Pertanggungjawaban Sipil
            Maksud asuransi terhadap bahaya-bahaya pertanggung jawaban sipil adalah asuransi yang diadakan terhadap benda-benda, seperti asuransi rumah, perusahaan, mobil, pesawat, kapal laut, motor, dan yang lainnya. 
          Sedangkan di Indonesia, seiring dengan pertumbuhan ekonomi Syariah dari tahun ke tahun semakin berkembang, puluhan perusahaan Asuransi Syariah telah berdiri dengan produk beraneka macam. Sehingga tidak heran dari segi nama setiap produk antar perusahaan berbeda-beda, tentunya tidak mengurangi Konsep dan Nilai-Nilai Syariah.
            Di bawah ini merupakan produk produk salah satu perusahaan Asuransi Syariah di Indonesia (Takaful Indonesia);[9]
1.      Asuransi Jiwa Murni (Al-Akhirat), Takaful Al-Khairat adalah suatu bentuk perlindungan yang manfaat proteksinya diperuntukkan bagi ahli waris apabila pemegang polis ditakdirkan meninggal dalam masa perjanjian. 
2.  Takafulink Salam Cendikia (Asuransi Pendidikan), adalah program asuransi pendidikan untuk perseorangan yang bertujuan untuk menyediakan dana pendidikan untuk putra-putri tercinta sampai pendidikan tingkat sarjana (PT tahun ke-5) dengan manfaat proteksi atas risiko meninggal, cacat tetap total & menderita sakit kritis serta  fasilitas top up (penambahan dan di tengah jalan).
3.   Takafulink Salam (Proteksi-Investasi-Pembebasan Premi), Takafulink SALAM adalah produk investasi dan proteksi modern bagi Anda yang menginginkan hasil investasi optimal dengan 4  jenis investasi campuran melalui sistem pengelolaan syariah.
4.   Takafulink Salam Comunity, Takafulink Salam COMMUNITY (Komunitas) pada dasarnya sama dengan Takafulink Salam biasa namun dengan kontribusi (premi) lebih murah yakni mulai Rp 150.000.Karena dirancang khusus untuk jumlah peserta minimal 10 orang, produk ini sangat cocok untuk perusahaan, lembaga, organisasi (berbadan hukum atau tidak) maupun komunitas.

2.6 Pandangan Pakar Ekonomi Islam mengenai Asuransi Syariah
     Para ahli hukum islam dalam menyikapi asuransi Syariah memiliki pandangan yang berbeda-beda, baik asuransi Jiwa maupun Asuransi Kerugian. Perbedaan pendapat ini dapat dimaklumi karena ranah asuransi termasuk bidang ijtihad.
     Warkom Sumitro dalam Abdul Manan (2012: 252-256),[10]mengemukakan bahwa pada garis besarnya ada empat macam pandangan para pakar hukum Islam terhadap asuransi sebagai berikut:
     2.6.1 Asuransi haram hukumnya dalam segala bentuk dan cara operasionalnya.
            Pandangan ini didukung oleh beberapa pakar ekonomi Islam, antara lain Yusuf al-Qardawi, Sayyid Sabiq, Abdullah al-Qalili, dan Muhammad Bakhit al-Muth’i. Menurut pandangan kelompok ini, asuransi diharamkan karena beberapa alasan, yakni: dalam asuransi mengandung perjudian, ketidakpastian, riba, eksploitasi, tukar menukar mata uang tidak secara tunai (abad Sharif), dan Asuransi dijadikan objek bisnis yang menggantungkan hidup dan matinya seseorang, yang berarti mendahului takdir Tuhan.
8
     2.6.2 Asuransi hukumnya halal atau diperbolehkan dalam Syariat Islam.
            Pandangan ini di kemukakan oleh Abdul Wahab Khallaf, Muhammad Yusuf Musa, Abdurrahman Isa, Mustafa Ahmad Zarqa, dan Muhammad Nejatullah Siddiqie. Adapun alasan kelompok ini sebagai berikut; (1) Tidak ada ketetapan Nash baik dalam Al-qur’an dan Al-Hadis yang melarang praktek perasuransian, (2) Terdapat kesepakatan kerelaan dari keuntungan bagi kedua belah pihak, baik penanggung maupun tertanggung, (3) Kemaslahatan dari asuransi lebih besar dari pada mudaratnya, saling menguntungkan kedua belah pihak, (4) Asuransi dapat berguna berguna bagi kepentingan umum, sebab premi yang dikumpulkan dapat diinvestasikan untuk proyek-proyek yang produktif dan pembangunan, (5) Asuransi dikelola berdasarkan akad mudharabah (bagi hasil), (6) Asuransi termasuk kategori koperasi (syirkah taawuniyah), dan (7) Asuransi dianalogikan (di-qiyaskan) dengan dana pensiun atau dana Taspen.
     2.6.3 Asuransi hukumnya boleh apabila asuransi bersifat sosial, sedangkan asuransi yang bersifat komersial haram hukumnya.
            Pendapat ini di kemukakan/ didukung oleh Muhammad Abu Zahrah, (Guru Besar Hukum Islam Universitas Al Azhar Cairo, Mesir). Alasan bahwa asuransi yang bersifat sosial diperbolehkan karena jenis asuransi sosial tidak mengandung unsur-unsur yang dilarang dalam syariat Islam. Adapun asuransi yang bersifat komersial tidak diperbolehkan karena pada asuransi tersebut mengandung hal-hal yang tidak dibenarkan oleh Syariat Islam.
     2.6.4 Asuransi hukumnya subhat
            Kelompok ini memberi alasan bahwa asuransi yang berkembang saat ini hampir di seluruh dunia tidak ada dalil syar’i  yang mengharamkan atau menghalalkannya.
            Dengan berbagai macam alasan di atas, asuransi dianggap lebih banyak membawa manfaat bagi pesertanya dan perusahaan asuransi secara bersamaan. Praktek atau tindakan yang dapat mendatangkan kemaslahatan orang banyak dibenarkan oleh agama (Fachruddin dalam Ismail Nawawi, 2012: 304).[11]

 
2.7 Perbedaan antara Asuransi Syari’ah dengan Asuransi Konvensional

            Berbicara mengenai perbedaan Asuransi Syari’ah dengan Asuransi Konvensional, sejatinya secara produk tidak jauh bedah dengan Asuransi Konvensional, di mana kedua lembaga tersebut sama-sama sebagai penanggung risiko yang bisa terjadi sewaktu-waktu. Namun secara konsep dan nilai-nilai Islamilah yang mendasari perbedaan dua jenis asuransi tersebut. Untuk lebih lanjutnya lihat tabel di bawah ini:[12]
No.
Subjek
Syariah
Konvensional
1
Risiko
Sharing of Risk
Transfer of Risk
2
Kontrak
Akad Tabarru’, Tijarah
Jual Beli
3
Tujuan Bisnis
Investment dan Donasi
Komersial Seluruhnya
4
Operasional Bisnis
Bebas MAGRIB (Maysir, Gharar, dan Riba)
Tidak Menganut Hukum Syariah
5
Aturan Investasi
Sesuai prinsip Syariah
Tidak tunduk pada aturan Syariah
6
Pembayaran Kontribusi
Peserta memberikan kontribusi untuk Ta’awunni
Penanggung membayar premi untuk polis
7
Kepemilikan dana
Dana terpisah antara dana peserta dan perusahaan
Premi yang dibayar adalah milik perusahaan
8
Keuntungan Underwriting
Surplus Underwriting milik peserta sesuai dengan kesepakatan
Milik perusahaan
9
Pengawasan
OJK dan DPS
OJK
10
Manfaat pada produk Asuransi
Peserta memiliki peluang untuk mendapatkan surplus Underwriting
Tidak ada surplus Underwriting yang dibayarkan


2.7 Peluang dan Tantangan Asuransi Syari’ah
     2.7.1 Peluang
            Dalam perkembangannya Asuransi Syariah belakangan ini mengalami pasang surut. Adapun peluang Asuransi Syariah yang dapat kita ketahui berikut ini;[13] (1) Perlu strategi pemasaran yang lebih berfokus kepada upaya untuk memahami pemahaman masyarakat tentang Asuransi Syari’ah, (2) Sebagai lembaga keuangan yang menggunakan sistem Syariah tentunya aspek syiar merupakan bagian dari operasi asuransi tersebut, (3) Dukungan dari berbagai pihak, terutama pemerintah, ulama, akademisi, dan masyarakat diperlukan untuk memberikan masukan dalam penyelenggaraan operasional Asuransi Syari’ah, (4) Perlunya upaya sosialisasi yang lebih baik dan serius kepada masyarakat, sehingga mereka benar-benar mengenal apa itu Asuransi Syari’ah, (5) Meningkatkan produk-produk Asuransi Syari’ah sehingga lebih beragam dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat, dan (6) Perlu meningkatkan profesionalisme Sumber Daya Manusia (SDM) dalam bidang Asuransi Syari’ah.
     2.7.2 Tantangan 
        Dengan adanya peluang pasti ada tantangan, di antaranya;[14](1) Rendahnya tingkat pemahaman masyarakat terhadap keberadaan Asuransi Syari’ah yang relatif baru dibanding dengan Asuransi Konvensional yang telah lama dikenal oleh masyarakat, baik nama dan operasinya, (2) Asuransi bukanlah bank yang banyak berpeluang untuk bisa berhubungan dengan masyarakat dalam hal pendanaan atau pembiayaan, (3) Asuransi Syariah, sebagaimana bank dan Lembaga Keuangan Syari’ah lain, masih dalam proses mandar bentuk, (4) Rendahnya profesionalisme sumber daya manusia (SDM) menghambat lajunya pertumbuhan Asuransi Syari’ah, (5) Masih sedikitnya minat masyarakat, pakar ekonomi khususnya untuk mengkaji masalah-masalah yang berhubungan dengan Asuransi Syari’ah dibandingkan dengan kajian Bank Syari’ah, (6) Kurangnya sosialisasi kepada masyarakat tentang keberadaan Asuransi Syari’ah, sehingga kurangnya perhatian masyarakat tentang arti pentingnya keberadaan Asuransi Syariah, dan (7) Masih terbatasnya produk-produk yang ditawarkan oleh Asuransi Syariah.


BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
     Dari uraian makalah tersebut dapat kita simpulkan, bahwa dalam upaya bermuamalah, yakni untuk menyongsong masa depan dan upaya mengantisipasi kemungkinan terjadinya risiko dalam kehidupan ekonomi yang akan dihadapi, maka perlu dibentuk sebuah lembaga yang dipersiapkan untuk menghimpun sejumlah dana tertentu sejak dini dengan pengelolaan Syari’ah. Secara eksplisit dalam Al-qur’an belum ada yang membahas Asuransi Syariah, karena ranah pembahasan ini termasuk ijtihad, maka dalam kaidah Fiqh mengatakan;
“Pada  dasarnya,  semua  bentuk  mu’amalah  boleh  dilakukan kecuali ada dalil yang mengharamkannya.”
     Walaupun saat sekarang ini telah ada berbagai macam produk Asuransi Syariah, namun secara umum Asuransi Syariah dibagi dua, yakni; Asuransi Jiwa dan Asuransi Kerugian, sedangkan akadnya terbagi dua, yaitu; tijarah (Mudharabah) dan tabarru’ (Hibah). Dalam hal ini, prinsip dasar Asuransi Syariah yang harus di amalkan, antara lain; Tauhid, Keadilan, Tolong-menolong, Kerja sama, amanah, kerelaan, kebenaran, larangan riba, larangan judi, dan larangan gharar.
     Satu dekade ini perkembangan Asuransi Syariah mengalami pasang surut dalam kancah pasar perekonomian, hal ini disebabkan rendahnya pemahaman masyarakat terhadap Asuransi Syariah serta sumber daya manusia (SDM) yang mendukung kurang profesional, sehingga menghambat lajunya pertumbuhan Asuransi Syariah. Maka, sangat diperlukan pengembangan sumber daya manusia (SDM) yang bergerak di dalam Asuransi Syari’ah serta sosialisasi-sosialisasi kepada masyarakat, agar pemahaman terhadap Asuransi Syariah bukan opsi tapi solusi.


--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
DAFTAR PUSTAKA

Ali, Hasan. 2005. Asuransi dalam Perspektif Hukum Islam. Jakarta: Kencana.
Dewan Syariah Nasional MUI. 2014. Himpunan Fatwa Keuangan Syari’ah. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Manan, Abdul. 2012. Hukum Ekonomi Islam: dalam Perspektif Kewenangan Peradilan Agama Islam. Jakarta: Kencana.
Nawawi, Ismail. 2012. Fikih Muamalah Klasik dan Kontemporer: Hukum Perjanjian, Ekonomi, dan Sosial. Bogor: Penerbit Ghalia Indonesia.
Republik Indonesia. 2014. UU Republik Indonesia No. 40 Tahun 2014 Tentang Perasuransian. Lembaran Negara RI Tahun 2014, No. 337. Sekretariat Negara. Jakarta.
Rivai, Veithzal. 2012. Islamic Business and Economic Ethics. Jakarta: Bumi Aksara.
Sandy, Gapey. Asuransi Syariah, Kaya Manfaat untuk Semua Umat. (Online), (http://ekonomi.kompasiana.com/bisnis/2014/09/12/asuransi-syariah-kaya-manfaat-untuk-semua-umat-687517.html. Diakses 27 Maret 2015).
Suharso, Yudi. 2015. Tahun 2015, Asuransi Syariah Akan Tumbuh Di Atas 30%,  (Online), (http://mysharing.co/tahun-2015-asuransi-syariah-akan-tumbuh-di-atas-30/. Diakses 07 Maret 2014).
Takaful Indonesia. Produk Asuransi Syariah.(Online), (http://asuransitakaful.net/produk-asuransi-syariah/. 28 Maret 2015).


[1] Yudi Suharso, ” Tahun 2015, Asuransi Syariah Akan Tumbuh Di Atas 30%”, My Sharing, Diakses dari http://mysharing.co/tahun-2015-asuransi-syariah-akan-tumbuh-di-atas-30, pada tanggal 07 Maret 2015 pukul 13:34 WIB.
[2] Abdul Manan, Hukum Ekonomi Islam: dalam Perspektif Kewenangan Peradilan Agama. Kencana, Jakarta, hlm. 237
[3] Hasan Ali, Asuransi dalam Perspektif Hukum Islam, Kencana, Jakarta, hlm. 65.
[4] Kitab Suci Al-qur’an, QS. Yusuf [12]. 42-49.
[5] Presiden Republik Indonesia, UU No 40 Tahun 2014 Tentang Perasuransian, Pasal 1 Poin 2.
[6] Dewan Syariah Nasional MUI, Himpunan Fatwa Keuangan Syari’ah, Penerbit Erlangga, Jakarta, hlm. 496.
[7] Hasan Ali, Asuransi dalam Perspektif Hukum Islam, Kencana, Jakarta, hlm. 125.
[8] Ismail Nawawi, Fikih Muamalah Klasik dan Kontemporer: Hukum Perjanjian, Ekonomi, dan Sosial, Penerbit Ghalia Indonesia, Bogor, hlm. 302.
[9] Takaful Indonesia, ” Produk Asuransi Syariah”, Diakses dari http://asuransitakaful.net/produk-asuransi-syariah/, pada tanggal 28 Maret 2015 pukul 22:02 WIB.

[10] Abdul Manan, Hukum Ekonomi Islam: dalam Perspektif Kewenangan Peradilan Agama. Kencana, Jakarta, hlm. 252.
[11] Ismail Nawawi, Fikih Muamalah Klasik dan Kontemporer: Hukum perjanjian, Ekonomi, dan Sosial, Penerbit Ghalia Indonesia, Bogor, hlm. 304.
[12] Gapey Sandy, ”Asuransi Syariah, Kaya Manfaat untuk Semua Umat”, Kompasiana, Diakses dari http://ekonomi.kompasiana.com/bisnis/2014/09/12/asuransi-syariah-kaya-manfaat-untuk-semua-umat-687517.html, pada tanggal 27 Maret 2015 pukul 20:00 WIB.
[13] Abdul Manan, Hukum Ekonomi Islam: dalam Perspektif Kewenangan Peradilan Agama. Kencana, Jakarta, hlm. 276-277.
[14] Ibid.

0 komentar :