Asuransi Syariah
MAKALAH
Asuransi
Syari’ah
Disusun untuk tugas Lembaga Keuangan
Syari’ah (LKS)
Dosen Pengampuh: Imamul Hakim, SE, M.Sh
Oleh:
Tk.
Umar Johan
NIM: 201310510311020
PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH
FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2015
KATA
PENGANTAR
Segala
puji bagi Allah Swt. yang telah memberikan banyak kemudahan dalam penyusunan
makalah ini. Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurahkan kepada baginda
Rasulullah SAW, keluarga dan para sahabatnya.
Makalah
ini merupakan salah satu tugas yang diamanahkan oleh Dosen Lembaga Keuangan Syariah (LKS) Program Studi Ekonomi Syariah
Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Malang, yaitu bapak Imamul Hakim, SE, M.Sh. Dengan segala keterbatasan,
penyusun telah berusaha secara maksimal dalam mempersiapkan makalah ini sebaik
mungkin.
Di
tengah-tengah penatnya punggung dan beratnya kelopak mata menahan kantuk,
sungguh penyusun telah memperoleh banyak tambahan pengetahuan, terutama yang
berkaitan dengan Asuransi Syari’ah.
Akhirnya
berkat rasa mobilitas dan kerja sama dengan teman-teman, makalah yang sederhana
ini dapat terselesaikan. Sungguh sebuah tugas yang tidak ringan, namun sangat
mengasyikkan. Penyusun sadar makalah ini belum sepenuhnya sempurna, maka dari
itu penyusun meminta kritikan serta masukan yang membangun demi kesempurnaan
yang akan datang.
Malang, 12 Mare 2015
Tk. Umar Johan
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tidak
bisa dimungkiri lagi, bahwa seorang hamba yang hidup di Dunia haruslah
berhati-hati dalam menyikapi kesehariannya. Apapun yang telah kita lakukan saat
sekarang, imbasnya akan menentukan di
kemudian hari kelak. Sebagaimana firman Allah Swt. dalam surat QS. al-Hasyr
[59]: 18:
Artinya:
“Hai orang yang beriman! Bertaqwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri
memperhatikan apa yang telah dibuat untuk
hari esok (masa
depan). Dan bertaqwalah
kepada Allah. Sesungguhnya Allah
Maha Mengetahui apa
yang kamu kerjakan.”
Selaras dengan firman Allah Swt. tersebut
mengingatkan kita dalam upaya bermuamalah, yakni dalam menyongsong masa depan
dan upaya mengantisipasi kemungkinan terjadinya risiko dalam kehidupan ekonomi
yang akan dihadapi, perlu dipersiapkan sejumlah dana tertentu sejak dini. Dengan
hal demikian, perlu kiranya penyusun mengupas suatu pembahasan mengenai topik tersebut,
yang mana nantinya dari pembahasan tersebut dapat memberikan suatu wawasan dan
cakrawala yang luas bagi kita semua, khususnya mengenai Asuransi Syariah di
Negara ini yang kian “menjamur”.
|
Memang secara eksplisit dalam Al-qur’an
belum ada dalil yang tegas mengenai Asuransi Syariah. Karena merupakan hal yang
krusial, maka sudah menjadi tanggung jawab umat islam untuk menemukan dasar
hukumnya, khususnya para ulama dan pakar ekonomi islam. Untuk lebih lanjutnya
akan kita uraikan di pembahasan nanti.
1.2 Rumusan
Masalah
1. Apa itu Asuransi Syari’ah?
2. Bagaimana Sejarah Asuransi?
3. Apa
Landasan Hukum Asuransi Syari’ah?
4. Prinsip-Prinsip Apa Saja yang Terkandung dalam
Asuransi Syari’ah?
5. Apa-apa
Saja Jenis Asuransi?
6. Bagaimana Pandangan Ulama dan Pakar Ekonomi
Islam Mengenai Asuransi Syariah?
7. Bagaimana Perbedaan Asuransi Syariah dengan
Asuransi Konvensional?
8. Apa
Peluang dan Tantangan Asuransi Syari’ah?
1.3 Tujuan
Dari topik ini, diharapkan kita dapat
memahami lebih mendetail mengenai Asuransi Syari’ah. Selanjutnya, kita diharapkan
dapat memberikan suatu gagasan yang dapat memperkokoh tubuh Asuransi Syari’ah saat
sekarang dan yang akan datang. Karena hal tersebut sudah menjadi tugas kita di tengah
ketidakadilan sistem Ekonomi Negara ini.
|
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Asuransi Syari’ah
Dalam konsep Asuransi Syari’ah , Asuransi
disebut dengan takaful, ta’min, dan Islamic Insurance. Takaful
mempunyai arti saling menanggung antar umat manusia sebagai makhluk sosial. Ta’min
berasal dari kata “amanah” yang berarti memberikan perlindungan,
ketenangan, rasa aman, serta bebas dari rasa takut. Adapun Islamic Insurance
mengandung makna “Pertanggungan” atau “Saling Menanggung.”[2]
Menurut Fatwa DSN MUI (2014: 500), Asuransi
Syaria’h (Tami’n, takaful atau tadhamun) adalah usaha
saling melindungi dan
tolong-menolong di antara
sejumlah orang/pihak melalui
investasi dalam bentuk aset
dan/atau tabarru’ yang memberikan
pola pengembalian untuk menghadapi risiko
tertentu melalui akad
(perikatan) yang sesuai dengan Syari’ah.
Sedangkan menurut UU Nomor 40 Tahun 2014
BAB 1 Pasal 1 Poin 2, Asuransi Syari’ah
adalah kumpulan perjanjian, yang
terdiri atas perjanjian antara
perusahaan asuransi Syari’ah
dan pemegang polis dan perjanjian di antara para pemegang polis, dalam rangka
pengelolaan kontribusi berdasarkan prinsip Syari’ah
guna saling menolong dan
melindungi.
2.2 Sejarah
Asuransi Syari’ah
Secara historis, kajian tentang “pertanggungan” telah dikenal sejak zaman
dahulu dan telah dipraktekkan di tengah-tengah masyarakat, walaupun dalam
bentuk yang sangat sederhana.[3] Ini
dikarenakan nilai dasar penopang dari konsep “Pertanggungan” yang terwujud
dalam bentuk tolong menolong sudah ada bersama dengan adanya manusia.
|
2.3 Landasan
Hukum Asuransi Syariah
2.3.1 Al-qur’an, Surat Al-Maidah [5]: 2
Artinya: “...Hai orang
yang beriman! Bertaqwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan
apa yang telah dibuat untuk hari esok
(masa depan). Dan
bertaqwalah kepada Allah. Sesungguhnya
Allah Maha Mengetahui
apa yang kamu kerjakan.”
2.3.2 Hadis Rasulullah Saw
Artinya: “Barang
siapa melepaskan dari seorang muslim suatu kesulitan di dunia,
Allah akan melepaskan
kesulitan darinya pada
hari kiamat; dan Allah senantiasa menolong
hamba-Nya selama ia (suka) menolong
saudaranya” (HR. Muslim
dari Abu Hurairah).
2.3.3 Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 40 Tahun 2014 Tentang Perasuransian
|
2.3.4 Fatwa Dewan Syariah Nomor
21/DSN-MUI/X/2001 tentang Pedoman Umum Asuransi Syariah
Bahwa dalam upaya mengantisipasi kemungkinan terjadinya
risiko ekonomi yang akan
dihadapi, perlu dipersiapkan sejumlah dana tertentu sejak dini.[6]
2.3.5 Keputusan Menteri Keuangan RI Nomor
426/KMK.06/2003 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Perusahaan Asuransi dan
Reasuransi
Dalam peraturan ini
disebutkan bahwa setiap pihak dapat melakukan usaha atau usaha reasuransi yang
berdasarkan prinsip Syariah (lihat pasal 3 dan 4).
Ketentuan yang berkaitan dengan Asuransi Syariah
tercantum dalam pasal 15-18 mengenai kekayaan yang diperkenankan harus memiliki
dan dikuasai oleh perusahaan dengan prinsip Syariah.
2.3.6 Keputusan Direktur Jenderal Lembaga
Keuangan Nomor Kep. 1499/LK/2000 tentang Jenis, Penilaian dan Pembatasan,
Investasi, Perusahaan Asuransi dan Reasuransi dengan Sistem Syariah
Berdasarkan
peraturan ini, jenis investasi bagi perusahaan asuransi dan perusahaan
reasuransi dengan prinsip Syariah terdiri hal-hal sebagai berikut; (1) Deposito
dan sertifikat deposito Syari’ah, (2) Sertifikat Wadi’ah Bank Indonesia, (3)
Saham Syariah yang tercatat di bursa efek, (4) Obligasi Syariah yang tercatat
di bursa efek, (5) Surat Berharga Syariah yang diterbitkan atau dijamin oleh
pemerintah. (6) Unit penyertaan Reksadana Syari’ah, (7) Penyertaan Langsung
Syariah, (8) Bangunan atau tanah dengan bangunan untuk investasi, (9)
Pembiayaan kepemilikan tanah dan/atau bangunan, Kendaraan bermotor, dan barang
modal dengan skema murabahah (jual beli dengan pembayaran ditangguhkan),
(10) Pembayaran modal kerja dengan skema Mudharabah (bagi hasil), (11) Pinjaman
polis.
2.4 Prinsip-prinsip yang Terkandung dalam Asuransi Syariah
Sebuah bangunan hukum akan
tegak secara kokoh, jika dan hanya jika dibangun atas fondasi dan dasar yang
kuat. Begitu juga dengan Asuransi Syari’ah, harus dibangun di atas fondasi dan
prinsip dasar yang kuat serta kokoh. Prinsip dasar yang ada dalam Asuransi
Syariah tidaklah jauh berbedah dengan prinsip dasar yang berlaku pada konsep
ekonomis islami secara komprehensif dan bersifat Major.[7]Dalam hal ini, prinsip
dasar Asuransi Syariah ada sepuluh macam, yaitu; Tauhid, Keadilan,
Tolong-menolong, Kerja sama, amanah, kerelaan, kebenaran, larangan riba,
larangan judi, dan larangan gharar (Hasan Ali, 2005: 1250).
2.5 Jenis-jenis Asuransi
Perlu diketahui mekanisme
perasuransian tiap-tiap negara, pola dan sistemnya bermacam-macam, hal ini
terjadi karena bermacam-macam pula sesuatu yang diasuransikannya.[8]
Untuk lebih jelasnya, Fachruddin dan Suhendi dalam Ismail Nawawi (2012:
302-3030) menyebutkan macam-macam jenis Asuransi Syariah berikut ini.
2.5.1 Asuransi Timbal Balik
Maksud dengan Asuransi timbal balik adalah beberapa orang memberikan
iuran tertentu yang dikumpulkan dengan maksud meringankan atau melepaskan beban
seseorang dari mereka saat mendapat kecelakaan.
2.5.2 Asuransi Dagang
Asuransi dagang adalah beberapa manusia yang senasib bermufakat
dalam mengadakan pertanggungjawaban bersama untuk memikul kerugian yang menimpa
salah seorang anggota mereka.
2.5.3 Asuransi Pemerintah
Asuransi pemerintah adalah menjamin
pembayaran harga kerugian kepada siapa saja yang menderita di waktu terjadinya
suatu kejadian yang merugikan tanpa mempertimbangkan keuntungannya, bahkan
pemerintah menanggung kekurangan yang ada karena uang yang dipungut sebagai
iuran dan asuransi lebih kecil dari pada harga pembayaran kerugian yang harus
diberikan kepada penderita di waktu
kerugian itu terjadi.
2.5.4 Asuransi Jiwa
Maksud asuransi jiwa adalah
asuransi atas jiwa orang-orang yang menanggung atas jiwa orang lain, penanggung
(asurador) berjanji akan membayar sejumlah uang kepada orang yang disebutkan
namanya dalam polis apabila yang menanggung (yang ditanggung) meninggal dunia
atau sesudah masa-masa tertentu.
2.5.5 Asuransi atas Bahaya yang Menimpa Badan
Asuransi atas bahaya yang menimpa badan adalah asuransi
dengan keadaan-keadaan tertentu pada asuransi jiwa atas kerusakan diri
seseorang, seperti asuransi mata, asuransi telinga, asuransi tangan, atau
asuransi tertentu.
2.5.6 Asuransi terhadap Bahaya Pertanggungjawaban Sipil
Maksud asuransi terhadap bahaya-bahaya pertanggung
jawaban sipil adalah asuransi yang diadakan terhadap benda-benda, seperti
asuransi rumah, perusahaan, mobil, pesawat, kapal laut, motor, dan yang
lainnya.
Sedangkan di
Indonesia, seiring dengan pertumbuhan ekonomi Syariah dari tahun ke tahun
semakin berkembang, puluhan perusahaan Asuransi Syariah telah berdiri dengan produk
beraneka macam. Sehingga tidak heran dari segi nama setiap produk antar
perusahaan berbeda-beda, tentunya tidak mengurangi Konsep dan Nilai-Nilai
Syariah.
Di bawah ini merupakan
produk produk salah satu perusahaan Asuransi Syariah di Indonesia (Takaful
Indonesia);[9]
1.
Asuransi Jiwa Murni
(Al-Akhirat), Takaful Al-Khairat adalah suatu bentuk perlindungan yang manfaat
proteksinya diperuntukkan bagi ahli waris apabila pemegang polis ditakdirkan
meninggal dalam masa perjanjian.
2. Takafulink
Salam Cendikia (Asuransi Pendidikan), adalah program asuransi pendidikan untuk
perseorangan yang bertujuan untuk menyediakan dana pendidikan untuk putra-putri
tercinta sampai pendidikan tingkat sarjana (PT tahun ke-5) dengan manfaat
proteksi atas risiko meninggal, cacat tetap total & menderita sakit kritis
serta fasilitas top up (penambahan dan di tengah jalan).
3. Takafulink Salam
(Proteksi-Investasi-Pembebasan Premi), Takafulink SALAM adalah produk investasi
dan proteksi modern bagi Anda yang menginginkan hasil investasi optimal dengan
4 jenis investasi campuran melalui sistem pengelolaan syariah.
4. Takafulink Salam Comunity,
Takafulink Salam COMMUNITY (Komunitas) pada dasarnya sama dengan Takafulink
Salam biasa namun dengan kontribusi (premi) lebih murah yakni mulai Rp
150.000.Karena dirancang khusus untuk jumlah peserta minimal 10 orang, produk
ini sangat cocok untuk perusahaan, lembaga, organisasi (berbadan hukum atau
tidak) maupun komunitas.
2.6 Pandangan Pakar Ekonomi Islam mengenai Asuransi Syariah
Para ahli hukum islam dalam
menyikapi asuransi Syariah memiliki pandangan yang berbeda-beda, baik asuransi
Jiwa maupun Asuransi Kerugian. Perbedaan pendapat ini dapat dimaklumi karena
ranah asuransi termasuk bidang ijtihad.
Warkom Sumitro dalam Abdul
Manan (2012: 252-256),[10]mengemukakan
bahwa pada garis besarnya ada empat macam pandangan para pakar hukum Islam
terhadap asuransi sebagai berikut:
2.6.1 Asuransi haram hukumnya dalam segala bentuk dan cara operasionalnya.
Pandangan
ini didukung oleh beberapa pakar ekonomi Islam, antara lain Yusuf al-Qardawi,
Sayyid Sabiq, Abdullah al-Qalili, dan Muhammad Bakhit al-Muth’i. Menurut
pandangan kelompok ini, asuransi diharamkan karena beberapa alasan, yakni: dalam
asuransi mengandung perjudian, ketidakpastian, riba, eksploitasi, tukar menukar
mata uang tidak secara tunai (abad Sharif), dan Asuransi dijadikan
objek bisnis yang menggantungkan hidup dan matinya seseorang, yang berarti
mendahului takdir Tuhan.
8
|
Pandangan ini di kemukakan
oleh Abdul Wahab Khallaf, Muhammad Yusuf Musa, Abdurrahman Isa, Mustafa Ahmad Zarqa,
dan Muhammad Nejatullah Siddiqie. Adapun alasan kelompok ini sebagai berikut;
(1) Tidak ada ketetapan Nash baik dalam Al-qur’an dan Al-Hadis yang melarang
praktek perasuransian, (2) Terdapat kesepakatan kerelaan dari keuntungan bagi
kedua belah pihak, baik penanggung maupun tertanggung, (3) Kemaslahatan dari
asuransi lebih besar dari pada mudaratnya, saling menguntungkan kedua belah
pihak, (4) Asuransi dapat berguna berguna bagi kepentingan umum, sebab premi
yang dikumpulkan dapat diinvestasikan untuk proyek-proyek yang produktif dan
pembangunan, (5) Asuransi dikelola berdasarkan akad mudharabah (bagi hasil), (6) Asuransi termasuk
kategori koperasi (syirkah taawuniyah), dan (7) Asuransi
dianalogikan (di-qiyaskan) dengan dana pensiun atau
dana Taspen.
2.6.3 Asuransi hukumnya boleh apabila asuransi bersifat sosial,
sedangkan asuransi yang bersifat komersial haram hukumnya.
Pendapat ini di kemukakan/
didukung oleh Muhammad Abu Zahrah, (Guru Besar Hukum Islam Universitas Al Azhar Cairo,
Mesir). Alasan bahwa asuransi yang bersifat sosial diperbolehkan karena jenis
asuransi sosial tidak mengandung unsur-unsur yang dilarang dalam syariat Islam.
Adapun asuransi yang bersifat komersial tidak diperbolehkan karena pada
asuransi tersebut mengandung hal-hal yang tidak dibenarkan oleh Syariat Islam.
2.6.4 Asuransi hukumnya subhat
Kelompok ini memberi alasan bahwa asuransi yang
berkembang saat ini hampir di seluruh dunia tidak ada dalil syar’i
yang mengharamkan atau menghalalkannya.
Dengan berbagai macam alasan di atas, asuransi dianggap
lebih banyak membawa manfaat bagi pesertanya dan perusahaan asuransi secara bersamaan.
Praktek atau tindakan yang dapat mendatangkan kemaslahatan orang banyak
dibenarkan oleh agama (Fachruddin dalam Ismail Nawawi, 2012: 304).[11]
2.7 Perbedaan antara Asuransi Syari’ah dengan Asuransi Konvensional
No.
|
Subjek
|
Syariah
|
Konvensional
|
1
|
Risiko
|
Sharing of Risk
|
Transfer of Risk
|
2
|
Kontrak
|
Akad Tabarru’, Tijarah
|
Jual Beli
|
3
|
Tujuan Bisnis
|
Investment dan Donasi
|
Komersial Seluruhnya
|
4
|
Operasional Bisnis
|
Bebas MAGRIB (Maysir, Gharar, dan Riba)
|
Tidak Menganut Hukum Syariah
|
5
|
Aturan Investasi
|
Sesuai prinsip Syariah
|
Tidak tunduk pada aturan Syariah
|
6
|
Pembayaran Kontribusi
|
Peserta memberikan kontribusi untuk Ta’awunni
|
Penanggung membayar premi untuk polis
|
7
|
Kepemilikan dana
|
Dana terpisah antara dana peserta dan perusahaan
|
Premi yang dibayar adalah milik perusahaan
|
8
|
Keuntungan Underwriting
|
Surplus Underwriting milik peserta sesuai dengan kesepakatan
|
Milik perusahaan
|
9
|
Pengawasan
|
OJK dan DPS
|
OJK
|
10
|
Manfaat pada produk Asuransi
|
Peserta memiliki peluang untuk mendapatkan surplus Underwriting
|
Tidak ada surplus Underwriting yang dibayarkan
|
2.7
Peluang dan Tantangan Asuransi Syari’ah
2.7.1 Peluang
Dalam perkembangannya Asuransi Syariah belakangan ini
mengalami pasang surut. Adapun peluang Asuransi Syariah yang dapat kita ketahui
berikut ini;[13]
(1) Perlu strategi pemasaran yang lebih berfokus kepada upaya untuk memahami
pemahaman masyarakat tentang Asuransi Syari’ah, (2) Sebagai lembaga keuangan
yang menggunakan sistem Syariah tentunya aspek syiar merupakan bagian dari
operasi asuransi tersebut, (3) Dukungan dari berbagai pihak, terutama
pemerintah, ulama, akademisi, dan masyarakat diperlukan untuk memberikan
masukan dalam penyelenggaraan operasional Asuransi Syari’ah, (4) Perlunya upaya
sosialisasi yang lebih baik dan serius kepada masyarakat, sehingga mereka
benar-benar mengenal apa itu Asuransi Syari’ah, (5) Meningkatkan produk-produk
Asuransi Syari’ah sehingga lebih beragam dan sesuai dengan kebutuhan
masyarakat, dan (6) Perlu meningkatkan profesionalisme Sumber Daya Manusia
(SDM) dalam bidang Asuransi Syari’ah.
2.7.2 Tantangan
Dengan adanya peluang pasti ada
tantangan, di antaranya;[14](1)
Rendahnya tingkat pemahaman masyarakat terhadap keberadaan Asuransi Syari’ah
yang relatif baru dibanding dengan Asuransi Konvensional yang telah lama
dikenal oleh masyarakat, baik nama dan operasinya, (2) Asuransi bukanlah bank
yang banyak berpeluang untuk bisa berhubungan dengan masyarakat dalam hal
pendanaan atau pembiayaan, (3) Asuransi Syariah, sebagaimana bank dan Lembaga Keuangan
Syari’ah lain, masih dalam proses mandar bentuk, (4) Rendahnya profesionalisme
sumber daya manusia (SDM) menghambat lajunya pertumbuhan Asuransi Syari’ah, (5)
Masih sedikitnya minat masyarakat, pakar ekonomi khususnya untuk mengkaji masalah-masalah
yang berhubungan dengan Asuransi Syari’ah dibandingkan dengan kajian Bank
Syari’ah, (6) Kurangnya sosialisasi kepada masyarakat tentang keberadaan
Asuransi Syari’ah, sehingga kurangnya perhatian masyarakat tentang arti
pentingnya keberadaan Asuransi Syariah, dan (7) Masih terbatasnya produk-produk
yang ditawarkan oleh Asuransi Syariah.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari uraian makalah
tersebut dapat kita simpulkan, bahwa dalam upaya
bermuamalah, yakni untuk menyongsong masa depan dan upaya mengantisipasi
kemungkinan terjadinya risiko dalam kehidupan ekonomi yang akan dihadapi, maka perlu
dibentuk sebuah lembaga yang dipersiapkan untuk menghimpun sejumlah dana
tertentu sejak dini dengan pengelolaan Syari’ah. Secara eksplisit dalam
Al-qur’an belum ada yang membahas Asuransi Syariah, karena ranah pembahasan ini
termasuk ijtihad, maka dalam kaidah Fiqh mengatakan;
“Pada
dasarnya, semua bentuk
mu’amalah boleh dilakukan kecuali ada dalil yang
mengharamkannya.”
Walaupun
saat sekarang ini telah ada berbagai macam produk Asuransi Syariah, namun
secara umum Asuransi Syariah dibagi dua, yakni; Asuransi Jiwa dan Asuransi
Kerugian, sedangkan akadnya terbagi dua, yaitu; tijarah (Mudharabah) dan
tabarru’ (Hibah). Dalam hal ini, prinsip dasar Asuransi Syariah yang
harus di amalkan, antara lain; Tauhid, Keadilan, Tolong-menolong, Kerja sama,
amanah, kerelaan, kebenaran, larangan riba, larangan judi, dan larangan gharar.
Satu dekade ini perkembangan
Asuransi Syariah mengalami pasang surut dalam kancah pasar perekonomian, hal
ini disebabkan rendahnya pemahaman masyarakat terhadap Asuransi Syariah serta
sumber daya manusia (SDM) yang mendukung kurang profesional, sehingga
menghambat lajunya pertumbuhan Asuransi Syariah. Maka, sangat diperlukan
pengembangan sumber daya manusia (SDM) yang bergerak di dalam Asuransi Syari’ah
serta sosialisasi-sosialisasi kepada masyarakat, agar pemahaman terhadap
Asuransi Syariah bukan opsi tapi solusi.
DAFTAR PUSTAKA
Ali, Hasan. 2005. Asuransi dalam
Perspektif Hukum Islam. Jakarta: Kencana.
Dewan Syariah Nasional MUI. 2014. Himpunan Fatwa
Keuangan Syari’ah.
Jakarta: Penerbit Erlangga.
Manan, Abdul. 2012. Hukum Ekonomi Islam: dalam Perspektif Kewenangan
Peradilan Agama Islam. Jakarta: Kencana.
Nawawi, Ismail. 2012. Fikih Muamalah
Klasik dan Kontemporer: Hukum Perjanjian, Ekonomi, dan Sosial. Bogor: Penerbit Ghalia Indonesia.
Republik Indonesia. 2014. UU Republik
Indonesia No. 40 Tahun 2014 Tentang Perasuransian. Lembaran Negara RI Tahun 2014, No. 337.
Sekretariat Negara. Jakarta.
Rivai, Veithzal. 2012. Islamic Business
and Economic Ethics. Jakarta: Bumi Aksara.
Sandy,
Gapey. Asuransi Syariah, Kaya Manfaat untuk Semua Umat. (Online), (http://ekonomi.kompasiana.com/bisnis/2014/09/12/asuransi-syariah-kaya-manfaat-untuk-semua-umat-687517.html.
Diakses 27 Maret 2015).
Suharso, Yudi. 2015. Tahun 2015, Asuransi Syariah Akan Tumbuh Di Atas
30%, (Online), (http://mysharing.co/tahun-2015-asuransi-syariah-akan-tumbuh-di-atas-30/. Diakses 07 Maret 2014).
Takaful Indonesia. Produk Asuransi Syariah.(Online), (http://asuransitakaful.net/produk-asuransi-syariah/.
28 Maret 2015).
[1] Yudi Suharso, ” Tahun 2015,
Asuransi Syariah Akan Tumbuh Di Atas 30%”, My Sharing,
Diakses dari http://mysharing.co/tahun-2015-asuransi-syariah-akan-tumbuh-di-atas-30,
pada tanggal 07 Maret 2015 pukul 13:34 WIB.
[2] Abdul Manan, Hukum
Ekonomi Islam: dalam Perspektif Kewenangan Peradilan Agama. Kencana,
Jakarta, hlm. 237
[3] Hasan Ali, Asuransi
dalam Perspektif Hukum Islam, Kencana, Jakarta, hlm. 65.
[4] Kitab Suci
Al-qur’an, QS. Yusuf [12]. 42-49.
[6] Dewan Syariah
Nasional MUI, Himpunan Fatwa Keuangan Syari’ah, Penerbit Erlangga,
Jakarta, hlm. 496.
[7] Hasan Ali, Asuransi
dalam Perspektif Hukum Islam, Kencana, Jakarta, hlm. 125.
[8] Ismail Nawawi,
Fikih Muamalah Klasik dan Kontemporer: Hukum Perjanjian, Ekonomi, dan Sosial, Penerbit
Ghalia Indonesia, Bogor, hlm. 302.
[9] Takaful Indonesia, ” Produk Asuransi Syariah”, Diakses dari
http://asuransitakaful.net/produk-asuransi-syariah/, pada tanggal 28 Maret 2015
pukul 22:02 WIB.
[10] Abdul Manan, Hukum
Ekonomi Islam: dalam Perspektif Kewenangan Peradilan Agama. Kencana,
Jakarta, hlm. 252.
[11] Ismail Nawawi, Fikih Muamalah Klasik dan Kontemporer: Hukum
perjanjian, Ekonomi, dan Sosial, Penerbit Ghalia Indonesia, Bogor, hlm. 304.
[12] Gapey Sandy, ”Asuransi Syariah, Kaya Manfaat untuk Semua Umat”, Kompasiana,
Diakses dari http://ekonomi.kompasiana.com/bisnis/2014/09/12/asuransi-syariah-kaya-manfaat-untuk-semua-umat-687517.html,
pada tanggal 27 Maret 2015 pukul 20:00 WIB.
[13] Abdul Manan, Hukum Ekonomi Islam: dalam Perspektif Kewenangan Peradilan
Agama. Kencana, Jakarta, hlm. 276-277.
0 komentar :
Posting Komentar