Bisnis, Lingkungan Hidup dan Etika
MAKALAH
Bisnis,
Lingkungan Hidup dan Etika
Disusun untuk tugas Etika Bisnis Syari’ah
Dosen Pengampuh: Imamul
Hakim, SE., M.SH
Oleh:
Teuku Umar Johan
201310510311020
PROGRAM
STUDI EKONOMI SYARIAH
FAKULTAS
AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS
MUHAMMADIYAH MALANG
2016
Segala
puji bagi Allah Swt. yang telah memberikan banyak kemudahan dalam penulisan makalah
ini. Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurahkan kepada baginda
Rasulullah SAW, keluarga dan para sahabatnya.
Makalah ini merupakan salah satu tugas
yang diamanahkan oleh Dosen Etika Bisnis Syari’ah Program Studi Ekonomi Syariah
Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Malang, yaitu Bapak Imamul
Hakim, SE., M.SH. Dengan
segala keterbatasan, penulis telah berusaha secara maksimal dalam mempersiapkan
makalah ini sebaik mungkin.
Di
tengah-tengah penatnya punggung dan beratnya kelopak mata menahan kantuk,
sungguh penyusun telah memperoleh banyak tambahan pengetahuan, terutama yang
berkaitan dengan Bisnis, Lingkungan Hidup dan Etika.
Sungguh
sebuah tugas yang tidak ringan, namun sangat mengasyikkan. Penulis sadar makalah ini belum sepenuhnya sempurna,
maka dari itu penulis meminta kritikan serta masukan yang membangun demi
kesempurnaan yang akan datang.
BAB I
Lingkungan
hidup yang Allah sediakan untuk kehidupan manusia meliputi seluruh jagat raya
dengan bagian-bagiannya yang multidimensional. Itu semua membuktikan kekuasaan
Allah yang tidak terbatas, juga menunjukkan ilmu dan hikmah kemahabijaksanaan-Nya
yang sangat sempurna dalam menciptakan jagat raya ini.
Di
antara fasilitas lingkungan hidup yang Allah berikan, sebagian manusia masih
belum terbesit di hati untuk melestarikannya, malah sebaliknya dengan merusak,
mencemari dan mengeksploitasi besar-besaran. Semua itu dilakukan tanpa beretika
dengan kedok untuk memenuhi kebutuhan hidup semata. Berbagai permasalahan lingkungan
hidup dewasa ini telah menjadi isu global. Hal ini terbukti dengan
munculnya isu-isu kerusakan lingkungan yang semakin santer terdengar. Di antaranya
isu efek rumah kaca, lapisan ozon yang menipis, kenaikan suhu udara,
mencairnya es di kutub, dan lain sebagainya. Mungkin sebagian besar orang baru
menyadari dan merasakan akan dampak tingkah lakunya di masa lampau yang terlalu
berlebihan mengeksploitasi alam secara berlebihan.
B.
Rumusan Masalah
1.
Bagaimana
hubungan manusia dengan alam?
2.
Apa
permasalahan utama lingkungan hidup sekarang?
3.
Seperti
apa keterkaitan lingkungan hidup dengan ekonomi?
4.
Apa
tantangan globalisasi dalam pelestarian lingkungan?
5.
Bagaimana
pandangan islam terhadap pelestarian lingkungan?
Tujuan dari pembahasan makalah ini ialah kita dapat memahami problematika
lingkungan hidup sekarang serta dapat memberikan solusi, baik di segi etika
yang seharusnya maupun dari pandangan islam sendiri terhadap lingkungan
tersebut.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Hubungan
Manusia dengan Alam
Masalah
lingkungan hidup menimbulkan suatu cabang filsafat baru yang berkembang dengan
cepat yaitu filsafat lingkungan hidup. Salah satu ciri khas sikap manusia
modern adalah usahanya untuk menguasai dan menaklukkan alam. Alam dipandang
sebagai binatang buas yang perlu dijinakkan oleh manusia. Tujuan itu dibantu
dengan ilmu pengetahuan dan teknologi. Sekarang perlu disadari bahwa hubungan
manusia dengan alam tidak dapat dipisahkan apalagi bertentangan dengan alam
karena ia termasuk alam itu sendiri seperti setiap makhluk hidup lainnya. Pandangan
manusia modern dengan alam adalah antroposentris karena menempatkan manusia
pada pusatnya. Pandangan baru yang kita butuhkan bila kita ingin mengatasi
masalah lingkungan hidup maka harus bersikap ekosentris di mana menempatkan
alam dalam pusatnya.[1]
Hubungan
manusia dengan alamnya mengandung beberapa aspek, antara lain manusia tidak
lepas dari interaksinya bersama sesama manusia juga dengan hewan, tumbuhan,
lingkungan / alam. Aspek-aspek tersebut sangat berarti bagi manusia, dan
manusia adalah makhluk yang tidak dapat hidup sendiri, tanpa bantuan di sekitar
lingkungan hidupnya.[2]
Karena manusia adalah makhluk termulia di bumi ini, maka segala sesuatu memang
disediakan untuknya. Di antara tugas manusia, yaitu memanfaatkan alam dan
tenaga yang dikandungnya guna memenuhi keperluan dan kebutuhannya dan juga
teman-temannya. Hubungan manusia terhadap alam adalah sebagai pemanfaat, dan bukan
sebagai saingan.[3] Tidak
seharusnya manusia mengeksploitasi alam. Al Quran (2: 29) mengatakan “Ia
yang menciptakan bagimu apa yang ada di bumi semuanya” Hubungan keduanya
menurut ajaran Al-qur’an maupun as Sunnah merupakan hubungan yang dibingkai
dengan aqidah, yakni konsep kemakhlukan yang sama sama tunduk dan patuh
kepada al Khâliq, yang diatur dan akhirnya semua kembali kepada-Nya.
Dalam konsep kemakhlukan ini manusia memperoleh konsesi dari Yang Maha
Penciptanya untuk memperlakukan alam sekitarnya dengan dua macam tujuan:[4]
1.
al
Intifâ’ (pendayagunaan),
baik dalam arti mengkonsumsi langsung maupun dalam arti memproduksi.
2.
al
I’tibâr (mengambil
pelajaran) terhadap fenomena yang terjadi dari hubungan antara manusia dengan
alam sekitarnya, maupun hubungan antara alam itu sendiri (ekosistem), baik yang
berakibat konstruktif (ishlâh) maupun yang berakibat destruktif (ifsâd).
B.
Permasalahan Utama Lingkungan Hidup
Problematika
sekitar lingkungan hidup baru mulai disadari sepenuhnya dalam tahun 1960-an.
Sekaligus disadari pula bahwa permasalahan itu secara langsung maupun tidak
langsung disebabkan oleh bisnis modern, khususnya akibat berproduksi dalam
industri yang berlandaskan ilmu dan teknologi maju. Bagaimana tidak, cara
berproduksi besar-besaran dalam industri modern dulu mengandaikan begitu saja
dua hal yang sekarang diakui sebagai kekeliruan besar. Pertama, bisnis modern
mengandaikan bahwa komponen-komponen lingkungan seperti air dan udara merupakan
bagian umum, sehingga boleh dipakai seenaknya. Kedua, diandaikan pula bahwa
sumber daya alam seperti air dan udara itu tak terbatas.[5]
Pada
zaman kita, masalah lingkungan hidup sua mencapai suatu taraf global. Terutama
ada enam problem yang dengan jelas menunjukkan dimensi global itu: akumulasi bahan beracun, efek
rumah kaca, perusakan lapisan ozon, hujan asam, deforestasi dan penggurunan, dan
kematian bentuk-bentuk kehidupan.[6]
Lebih rincinya sebagai berikut:
1.
Akumulasi bahan beracun, adalah bahan sisa (limbah) suatu
kegiatan proses produksi yang mengandung bahan berbahaya dan beracun
karena sifat (toxicity, framability, reactivity, dan corrosivity)
dengan jumlah yang banyak dan secara langsung maupun tidak langsung dapat
merusak, mencemarkan lingkungan, atau membahayakan kesehatan.
2.
Efek rumah kaca, adalah naiknya suhu permukaan bumi. Panas
yang diterima bumi karena penyinaran matahari terhalang oleh partikel-partikel
gas yang dilemparkan dalam atmosfer oleh ulah manusia, sehingga tidak bisa
keluar.
3.
Perusakan lapisan ozon, O3 (ozon) memiliki peranan penting dalam
melindungi kehidupan terhadap sinar ultraviolet dari matahari. Rupanya 80
persen penyinaran ultra violet dari matahari disaring olehnya. Kerusakan
lapisan ozon mengakibatkan radiasi ultraviolet dari matahari bisa mencapai
permukaan bumi, yang akan membawa pengaruh negatif terhadap kesehatan dan
kehidupan manusia pada umumnya di bumi. Perusakan lapisan ozon disebabkan
beberapa sebab yang berbeda, namun yang paling berpengaruh adalah pelepasan
bahan CFC (Clorofluorocarbon) ke dalam udara.
4.
Hujan asam, adalah asam dalam emisi industri bergabung
dengan air hujan yang mencemari daerah yang luas, merusak hutan dan pohon pohon
lain, mencemari air danau, merusak gedung gedung, dan sebagainya. Bagi manusia
hujan asam bisa mengakibatkan gangguan saluran pernapasan dan paru paru.
5.
Deforestasi dan penggurunan, Penggunaan kayu untuk berbagai keperluan
telah mendorong penebangan hutan secara tak terkendali, yang mengakibatkan
hutan semakin cepat berkurang, termasuk hutan tropis yang menghasilkan kayu
kayu yang berkualitas tinggi. Penebangan hutan (deforestation) secara
besar besaran mempunya dampak penting atas lingkungan hidup, karena dengan
demikian maka salah satu fungsi hutan, yakni meresap karbon dioksida yang
disebabkan oleh pembakaran bahan bakar fosil (industri, kendaraan bermotor)-
suatu penyebab penting terjadinya efek rumah kaca- menjadi terancam. Erosi
tanah dapat mengakibatkan juga meluasnya penggurunan (desertification),
khususnya di negara negara di sekitar gurun sahara diperkirakan merambat ke arah
selatan jauh 400 kilometer. Di banyak kota besar di seluruh dunia, termasuk juga
Indonesia , tingkatan air tanah menurun terus karena dipompa oleh industri ,
hotel hotel dan rumah tangga untuk berbagai keperluan. penggunaan dan
pemborosan air yang semakin tak terkendali telah mengakibatkan kualitas tanah
semakin menurun.
6.
Keanekaan hayati, adalah jenis jenis kehidupan (species)
yang ada di bumi, yang memiliki makna yang sangat penting untuk segala aspek
kehidupan manusia, seperti makanan, obat-obatan, dan sebagainya. Salah satu
akibat besar dari kerusakan lingkungan adalah kepunahan semakin banyak spesies
hidup. Dan spesies hidup yang punah sekarang akan hilang lenyap dari muka bumi
untuk selamanya. Yang memiliki andil besar terhadap kemusnahan tersebut adalah
penggunaan pestisida dan herbisida yang semakin intens. Hutan di banyak kawasan
daerah Indonesia telah berubah menjadi lahan pertanian dan perkebunan, sebagian
menjadi terlantar karena ditinggalkan dalam keadaan rusak oleh penebang liar
yang tidak bertanggung jawab terjadinya erosi tanah dan banjir besar yang
menelan korban jiwa dan harta benda.
C.
Lingkungan Hidup dan Ekonomi
1. Lingkungan
hidup sebagai “the Common”
Sebelumnya kita sudah melihat bahwa bisnis
modern mengandaikan begitu saja status
lingkungan hidup sebagai ranah umum. Dianggapnya di sini tidak ada pemilik dan
tidak ada kepentingan pribadi. Tetapi, kita lihat juga pengandaian ini adalah
keliru. Sering kali the commons adalah padang rumput yang dipakai oleh
semua penduduk kampung sebagai tempat untuk mengembala ternaknya. Dalam zaman
modern, dengan bertambahnya penduduk, sistem ini tidak bisa dipertahankan lagi
dan ladang umum itu di privitasi dengan menjualnya kepada penduduk perorangan.
Bagai masyarakat bersangkutan kejadian ini merupakan suatu perubahan sosial
ekonomi besar, antara lain karena menjadi awal mula kepemilikan tanah dalam
kuantitas besar oleh orang kaya (the landlords). The tragedy of the
commons dapat dipandang sebagai kebalikannya dari the invisible And menurut
Adam Smith. Smith berpendapat bahwa kemakmuran umum dengan sendirinya akan
terwujud, jika semua orang mengejar kepentingan diri di pasar bebas. Tetapi
jika semua orang mengejar kepentingan diri masing-masing dalam konteks
lingkungan hidup, tidak akan dihasilkan kemakmuran umum, melainkan justru kehancuran
bersama.[7]
2.
Lingkungan hidup tidak lagi eksternalitas, mau tidak mau, perlu kita akui,
lingkungan hidup dan komponen-komponen di dalamnya tetap terbatas, walaupun
barangkali tersedia dalam kuantitas besar. Sumber daya alam pun ditandai
kelangkaan. Jika para peminat berjumlah besar, maka air, udara, dan
komponen-komponen lingkungan hidup lain menjadi barang langka dan karena itu
tidak bisa dipakai lagi dengan gratis. Karena sumber daya alam pun merupakan
barang langka dan harus diberi suatu harga ekonomis, komponen-komponen
lingkungan hidup itu tidak lagi merupakan eksternalitas untuk ekonomi.
3.
Pembangunan berkelanjutan, Jika krisis lingkungan dipertimbangkan
dengan serius, bagi ekonomi masih ada suatu konsekuensi lain yang sulit
dihindari. Ekonomi selalu menekankan perlunya pertumbuhan. Ekonomi yang sehat
adalah ekonomi yang tumbuh. Selanjutnya semakin disadari bahwa penghabisan
sumber daya alam barangkali masih dapat diimbangi dengan ditemukannya teknologi
baru. Karena itu penghabisan sumber daya alam tidak merupakan masalah hidup
atau mati. Masalah yang lebih mendesak adalah kerusakan lingkungan hidup yang
sangat memperihatinkan. Yang secara mutlak harus dibatasi adalah tekanan
semakin besar pada sistem-sistem ekologis karena efek-efek negatif dari
kegiatan manusia. Kapasitas alam untuk menampung tekanan dari polusi udara dan
air, degradasi tanah, dan sebagainya tidak diimbangi dengan teknologi baru.
D.
Tantangan Globalisasi dalam Pelestarian
Lingkungan
Globalisasi layaknya seperti keping uang
logam, yang memiliki 2 sisi yang sangat bertolak belakang satu sama lain.
Globalisasi di satu sisi memberikan dampak positif dan di sisi lain memberikan
dampak negatif. Dan salah satu dari dampak negatif globalisasi berimbas pada
masalah lingkungan. Ada serangkaian proses yang harus dilewati untuk menuju
pada tahap perusakan lingkungan akibat globalisasi, yang pada umumnya terjadi
di negara-negara berkembang. Dengan semakin menipisnya batas-batas negara karena doktrin kepahaman globalisasi yang
menuntut setiap negara jika hendak menjadi negara maju, maka harus membuka
selebar-lebarnya terhadap bantuan-bantuan dan kerja sama dengan pihak asing,
maka hal inilah yang kemudian menjadi pintu masuk bagi para investor-investor
asing untuk berlomba masuk dan menanamkan sahamnya di negara-negara berkembang.
Sehingga kemudian menginisiasi maraknya industrialisasi, privatisasi, serta
deregulasi di negara-negara berkembang.
Dalam dunia industri, bahan mentah adalah
salah satu hal penting untuk menjalankan suatu roda perindustrian. Dan
bahan-bahan mentah ini, banyak ditemukan di negara-negara berkembang yang
memang dalam segi geografinya berada pada jalur lintang dan bujur yang subur.
Namun, negara berkembang terkendala dalam melakukan pengelolaan akan sumber daya
alam yang melimpah tersebut akibat keterbatasan modal dan teknologi yang
dimilikinya. Sehingga negara-negara berkembang membutuhkan suntikkan dana dan
jasa dari negara-negara maju. Adapun bentuknya bisa berupa hutang, pinjaman,
ataupun hibah.
Namun sangat disayangkan bahwa berbagai
bantuan dana dalam bentuk pinjaman maupun hibah oleh negara maju tersebut
sebagian besar digunakan untuk membeli teknologi-teknologi dari negara maju.
Dengan kata lain pinjaman dari negara maju, kembali masuk ke saku negara maju
lagi dalam bentuk pembelian teknologi oleh negara berkembang, di lain waktu
negara berkembang masih harus melunasi hutang-hutang kepada negara maju beserta
dengan bunganya. Ini adalah satu dari sekian banyak bentuk kerja sama di era
globalisasi antara negara maju dan negara berkembang yang mana secara tidak
langsung merugikan negara-negara berkembang.[8]
Lima “R”
penyelamat lingkungan hidup[9]
1.
Reference (acuan), Setiap agama apapun tidak membenarkan
umatnya untuk merusak alam. Setiap manusia boleh memanfaatkan alam untuk
memenuhi kebutuhannya bukan keinginannya. Yang dimaksud reference di sini
adalah semua kitab suci yang dimiliki oleh setiap agama yang ada di bumi.
Apabila setiap manusia mempercayai setiap kitab sucinya sebagai pedoman hidup,
maka tidak ada manusia yang bertindak sewenang-wenang di luar kebutuhan yang
dapat dipenuhi dengan tindakan yang secukupnya.
2.
Respect (sikap hormat menghormati), Respect dalam hal ini adalah
penghargaan kepada semua makhluk hidup yang diajarkan oleh agama sebagai
makhluk ciptaan Tuhan. Apapun yang ada di bumi adalah makhluk Tuhan. Setiap makhluk
mempunyai kedudukan yang sama di mata Tuhan. Di antara makhluk hidup yang perlu
mendapat perhatian adalah tanaman, hewan dan manusia. Ketiga makhluk hidup ini
memerlukan tempat tinggal untuk hidup dan berkembang. Oleh karena manusia
merupakan makhluk hidup yang paling istimewa yaitu mempunyai akal, maka manusia
mempunyai kewajiban memelihara kelestarian dan keseimbangan untuk kehidupan makhluk
hidup lainnya.
3.
Restrain (Pengendalian), yang dimaksud dengan restrain
adalah kemampuan untuk mengelola dan mengontrol sumber daya alam supaya
penggunaannya tidak mubazir, artinya setiap pemanfaatan sumber daya alam harus
diperhitungkan nilai manfaat, jangan sampai ada salah kelola atau salah manfaat.
4.
Redistribution (pemerataan),
resdistribution adalah kemampuan untuk menyebar luaskan kekayaan,
kegembiraan dan kebersamaan. Indonesia yang terletak di jalur khatulistiwa
terkenal akan sumber daya alamnya. Tetapi kenapa bisa terjadi ketimpangan dengan
kekayaan yang melimpah tetapi masyarakatnya masih miskin?. Di mana sumber daya
alam tersebut hilang?. Penyebabnya tidak lain karena distribusi kekayaan tidak
merata, kekayaan banyak di korupsi oleh orang yang tidak bertanggung jawab.
5.
Responsibility
(pertanggungjawaban), Responsibility adalah sikap
bertanggung jawab dalam merawat kondisi lingkungan dan alam. Banyak investor
yang telah memanfaatkan sumber daya alam Indonesia mulai dari perkebunan sampai
penambangan. Tetapi dengan dibukanya sumber daya alam tersebut belum dirasakan
manfaatnya melalui peningkatan pendapatan masyarakat di sekitar proyek
tersebut. Masyarakat masih hidup seperti itu saja. Padahal apabila investor
bertanggung jawab melalui program CSR (Corporate Social Responsibility)
dengan menyisihkan sekitar 3% dari keuntungan untuk program tersebut, maka
kehidupan sosial ekonomi masyarakat sekitar akan meningkat, selain itu melalui
program tersebut kerusakan sumber daya alam merupakan dampak negatif dari
pembukaan lahan tersebut dapat diminimalisasi. Untuk itu investor jangan hanya
mengeksploitasi sumber daya alam untuk kepentingan ekonomi mereka saja
(keuntungan sesaat) saja tetapi kehidupan sosial ekonomi dan budaya masyarakat
serta kerusakan lingkungan harus dikelola, sehingga lingkungan dapat
dimanfaatkan secara lestari dan berkelanjutan.
E.
Pandangan Islam Terhadap Pelestarian Lingkungan
Tanggung
jawab moral bisnis, implementasinya bisa pada tanggung jawab sosial. Bahkan
yang tidak kalah pentingnya tanggung jawab pada lingkungan alam. Dari sejumlah
tanggung jawab itu sebenarnya yang paling krusial adalah tanggung jawab pada
diri sendiri dan kepada Tuhan.[10]
Dalam
kaitan dengan pengelolaan sumber daya alam dan pelestariannya, Islam menuntun
manusia agar mengelola kekayaan alam dengan ilmu dan amal.[11] Di
samping, mengingat agar dalam mengelola (memproduksi) kekayaan alam itu
memperhatikan batas-batas haram dan halal, dan memelihara kelestariannya.[12]
Al-qur’an menerangkan bahwa pemanfaatan kekayaan yang tersimpan dan tersebar di
alam ini, tergantung pada dua hal,[13] yakni pertama,
ilmu pengetahuan yang didasarkan pada tafakkur dan penggunaan akal.
Ilmu yang dimaksud di sini adalah ilmu-ilmu khusus (spesialis) dalam berbagai
ilmu pengetahuan dan berbagai bidang kehidupan. Kedua, adalah amal (Action/Implementation).
Sesungguhnya ilmu saja tidak akan membuahkan hasil jika tidak diikuti oleh amal
(tindak lanjut) dengan melakukan berbagai eksplorasi.
Allah berfirman dalam Q.S. Al-a’raf,
7: 10:
وَلَقَدْ
مَكَّنَّاكُمْ فِي الْأَرْضِ وَجَعَلْنَا لَكُمْ فِيهَا مَعَايِشَ ۗ قَلِيلًا مَا تَشْكُرُونَ
“Sesungguhnya Kami telah menempatkan
kamu sekalian di muka bumi dan Kami adakan bagimu di muka bumi (sumber)
penghidupan. Amat sedikitlah kamu bersyukur.”
Bertolak
dari uraian di atas dapat dipahami bahwa pada dasarnya Islam sangat menekankan agar
kaum muslimin mau menggali kekayaan alam yang terhampar dan tersembunyi di
dalam bumi. Nikmat kekayaan itu perlu dieksplor dengan menggunakan berbagai
ilmu sesuai dengan spesialisasinya masing-masing, tergantung pada kekayaan apa
yang digunakan untuk kesejahteraan manusia.[14] Di
antara bentuk syukur itu adalah menjaganya dari kerusakan, kehancuran, polusi,
dan lain-lain yang tergolong sebagai kerusakan di muka bumi. Oleh karena itu
Al-qur’an menyebut berulang-ulang bahwa Allah tidak menyukai orang-orang yang
membuat kerusakan. Sebagaimana dalam firman-Nya Q..S. Al-baqarah, 2:205:
وَإِذَا
تَوَلَّىٰ سَعَىٰ فِي الْأَرْضِ لِيُفْسِدَ فِيهَا وَيُهْلِكَ الْحَرْثَ
وَالنَّسْلَ ۗ وَاللَّهُ لَا يُحِبُّ الْفَسَادَ
“Dan apabila ia berpaling (dari
kamu), ia berjalan di bumi untuk mengadakan kerusakan padanya, dan merusak
tanam-tanaman dan binatang ternak, dan Allah tidak menyukai kebinasaan.”
Betapa
besar perhatian Islam terhadap masalah lingkungan, baik terhadap makhluk hidup
maupun mati. Namun demikian, perhatian tersebut diiringi ancaman bagi
orang-orang yang tidak bersyukur.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Hubungan manusia dengan alamnya mengandung beberapa aspek, antara
lain manusia tidak lepas dari interaksinya bersama sesama manusia juga dengan
hewan, tumbuhan, lingkungan / alam. Aspek-aspek tersebut sangat berarti bagi
manusia, dan manusia adalah makhluk yang tidak dapat hidup sendiri, tanpa
bantuan di sekitar lingkungan hidupnya.
Dengan
demikian, tujuan akhir pengelolaan sumber daya alam adalah kesejahteraan masyarakat
(social welfare) dengan tujuan antara seperti sumber devisa, pemenuhan
kebutuhan manusia, pelestarian lingkungan, pembangunan daerah/masyarakat dan
pemerataan. Dengan demikian pembangunan ekonomi yang mesti diterapkan adalah
pembangunan yang berwawasan lingkungan dalam arti tidak menguras sumber daya
alam dan merusak lingkungan. Keterkaitan antara ekonomi dan lingkungan dapat
diringkas ke dalam tiga macam hubungan yang saling terkait yaitu terdapat
hubungan positif antara jumlah dan kualitas barang sumber daya dengan
pertumbuhan ekonomi. Semakin tinggi pertumbuhan ekonomi, maka kebutuhan akan
sumber daya alam akan semakin meningkat.
Terlepas
dari situ, untuk menyelamatkan lingkungan kita harus memahami konsep lima “R”
yakni: reference, respect, restrain, redistribution and responsibility.
Kelima “R” tersebut sangat berkaitan erat dengan etika lingkungan. Adapun islam
sendiri memandang bahwa dalam pengelolaan sumber daya alam dan pelestariannya,
Islam menuntun manusia agar mengelola kekayaan alam dengan ilmu dan amal. Di
samping, mengingat agar dalam mengelola (memproduksi) kekayaan alam itu
memperhatikan batas-batas haram dan halal, dan memelihara kelestariannya.
B. Saran
Dengan
demikian pembangunan ekonomi yang mesti diterapkan adalah pembangunan yang
berwawasan lingkungan dalam arti tidak menguras sumber daya alam dan merusak
lingkungan.
DAFTAR PUSTAKA
Bertens, K.
2000. Pengantar Etika Bisnis. Yogyakarta: Kanisius
Budianta,
Dedik. 2010. Pentingnya Etika Lingkungan Untuk Meminimalkan Global Warming
(Tesis). Palembang: Universitas Sriwijaya.
Djakfar,
Muhammad. 2007. Etika Bisnis dalam Perspektif Islam. Malang: UIN-Malang
Press.
Mahmudi. 2006. Hubungan
Manusia dan Alam Menurut Pandangan Syahrur (Skripsi). Semarang: IAIN Wali
Songo.
Maksi Baid. 2015.
Hubungan Manusia dengan Alam. Academia,
https://www.academia.edu/7121973/HUBUNGAN_MANUSIA_DENGAN_ALAM. 24 Maret 2016.
Sari, Riana.
2014. Dampak globalisasi bagi kesehatan dan lingkungan. Slideshare, http://www.slideshare.net/rianams/dampak-globalisasi-bagi-kesehatan-dan-lingkungan?from_
action=save, 24 Maret 2016.
Qardawi, Yusuf.
1995. Peran dan Nilai Moral dalam Perekonomian Islam, ter. K.H. Didin
Hafidhuddin, dkk. Jakarta: Robbani Press.
[1] K.
Bertens, Pengantar Etika Bisnis, (Yogyakarta: Kanisius, 2000), hlm. 322-325
[2] Maksi
Baid, “Hubungan Manusia dengan Alam”, Academia, di akses dari
https://www.academia.edu/7121973/HUBUNGAN_MANUSIA_DENGAN_ALAM, pada 24 Maret
2016 pukul 11:16 WIB.
[3] Mahmudi,
“Hubungan Manusia dan Alam Menurut Pandangan Syahrur”, Skripsi Fakultas Ushuluddin,
IAIN Wali Songo, 2006, Chap. II hlm. 40.
[4] Ibid.
[5] K.
Bertens, Op. Cit., hlm. 309-311.
[6] Ibid.,
hlm. 311.
[7] Ibid.,
hlm. 317.
[8] Riana
Sari, “Dampak globalisasi bagi kesehatan dan lingkungan”, Slideshare, di akses
dari
http://www.slideshare.net/rianams/dampak-globalisasi-bagi-kesehatan-dan-lingkungan?from_
action=save, pada 24 Maret 2016 pukul 15:32 WIB.
[9] Dedik Budianta, “Pentingnya Etika Lingkungan Untuk
Meminimalkan Global Warming”, Tesis Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian dan
Program Studi Lingkungan, Pasca Sarjana Universitas Sriwijaya, 2010, hlm. 3-9.
[10]
Muhammad Djakfar, Etika Bisnis dalam Perspektif Islam, (Malang:
UIN-Malang Press, 2007), hlm. 145-146.
[11]
Yusuf Qardawi, Peran dan Nilai Moral dalam Perekonomian Islam, tar. K.H.
Didin Hafidhuddin, dkk., (Jakarta: Robbani Press, 1995), hlm. 141.
[12] Ibid.,
hlm. 169-173.
0 komentar :
Posting Komentar